Maaf dari Langit



Saya menonton video konser element dalam dua dimensi waktu yang berbeda, pertama dilaksanakan saat medio 2019 sementara yang lain dilakukan saat tahun 2006. Saya sengaja memilih lagu yang sama agar bisa cukup mudah membedakan apa yang terjadi selama pertujukan berlangsung. 

Pemandangan pertama yang sangat jelas terlihat adalah gairah penonton. Bagaimana dari kedua konser tersebut sangat kontras gerak gerik penonton saat menikmati konser, dan yang kedua adalah adanya hape dalam pegangan penonton. 

Pada tahun 2006, histeria penonton sangat luar biasa, penonton bak kesurupan oleh sajian "Maaf dari Surga" milik element, ada dua diantara mereka yang naik pagar pembatas area penonton dan pangung sembari memutar-mutar kaos layaknya kun aguero saat mencetak gol penentu Man City Juara EPL. sementara kerumunan orang dibelakangnya mengangkat tangan kegirangan seperti ujur rumput padang safana tersapu angin. 

Sementara untuk koser tahun 2019, hanya sedikit penonton yang bergoyang, sehingga kala kamera paling belakang yang shoot gambar, terlihat penonton hening seperti sedang berdoa. Hanya beberapa diantara mereka yang bergoyang, itu pun kecil-kecil saja,  hanya mengoyangkan pinggul bak seorang culun yang baru masuk klub musik. Selain itu, yang cukup jelas terlihat adalah mayoritas di antara mereka menyalakan aplikasi perekam di gadget masing-masing seolah terdorong hasrat "ayo rekam, ini momen tidak akan ada di media mana pun".

Kita mungkin bisa maklum bahwa pada tahun 2019, hype element tentu sudah redup, mereka adalah band 90an dan tentu anak-anak jaman sekarang tidak begitu familier dengan mereka. Mereka adalah band besar bada masanya, tetapi gagal mendesar hiruk pikuk band saat ini, tidak seperti Gigi, Dewa, atau Sheila on 7 yang sampai saat ini masih tetap eksis dan mampu bersaing dengan band-band baru. Buktinya jelas, mereka jarang diundang dahsyat atau inbox. 

Mula-mula saya kira itu jawabannya, tetapi mau tidak mau saya munculkan jawaban lain untuk situasi kenapa konser 2019 terlihat sangat membosankan, dan itu adalah HP.

Oke, saya bukan orang yang gemar menyalahkan HP, saya lebih sepakat dengan argumen bahwa bukan HP yang salah tetapi orang yang membawanya. Jadi persoalan bukan pada HPnya tetapi pada kegagalan manusianya dalam mengelola intensitas dengan HP.

Tapi, mau gak mau kita memang perlu mengakui bahwa HP memberikan sebuah candu yang saya kira sulit untuk kita kendalikan, terutama candu untuk bisa hadir utuh sadar penuh pada sebuah keadaan. Buat saya, masalah pertama dari HP yang kadang gagal kita kelola bukanlah soal terlalu merampas waktu kita dan membuat kita tidak begitu aware pada lingkungan terdekat, tetapi HP bisa membuat kita tengelam dalam imaji kotak bergambar sampai-sampai tidak sadar tubuh pemiliknya sedang di mana. 

Tempat di mana diputar sound dengan suara cukup kencang, dengan ketukan drum yang tidak pelan dan pemandu lirik meloncat-loncat tetapi kita tidak ikut meloncat adalah gambaran yang buat saya bisa menjadi potret bahwa persoalan konser hening bukan karena kita tidak kenal band yang main, tetapi kita lebih fokus pada gawai dari pada meninternalisasi musik. 

Pemandangan ini juga sering saya temukan pada pengalaman langsung, bahwa pada konser-konser tahun ini, separuh dari pengunjung memang lebih suka mengabadikan, terutama membuat konten stori, dari pada bergoyang dengan band yang sedang mereka lihat. 

Bahkan ada seorang vokalis yang ketus ngomong pada penontonnya saat sedang memulai pertujukan "letakkan benda itu (HP) di kantong kalian dan ayo bersedang-senang".

Ini bukan urusan benar salah, bukan terus mereka yang fokus pada gandet terus jadi salah dan mereka yang goyang kegirangan jadi benar. Ini adalah soal bagaimana kita bisa hadir penuh sadar  utuh. bahhwa kesadaran itu penting, kita mengetahui dan menyadari bahwa raga ini ada di suatu tempat serta jiwanya juga tidak terbang kesana kemari adalah sebuah sesuatu yang penting, dan lama-lamat untuk bisa hadir penuh sadar utuh menjadi sesuatu yang mahal akhir-akhir ini. 

Waallahu A'lam.
Minggu, 26 Desember 2021
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

2020, Internet, dan Adaptasi

 

Ilustrasi dari @zunarkartunis


Satu kebiasaan baru yang diarusutamakan saat 2020 di banyak lini adalah pemaksimalan potensi internet. Tentu kita masih ingat akhir Maret tahun lalu, saat kasus pertama Covid-19 diumumkan Presiden, hal yang nyaring terdengar di telinga kita adalah bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Selain ibadah, dua himbauan yang lain tentu merujuk pada penggunaan internet dalam membantu menjalankan aktivitas.


Para siswa menggunakan internet untuk belajar dan para pekerja menggunakan internet untuk meeting dan mengirim pekerjaan. 


Saya pun merasakan hal yang sama, saya kira juga anda. Meskipun saat awal pandemi saya belum bekerja dan juga sudah tidak mahasiswa, tetapi internet menjadi menu santap harian. Bagaimana yang selama ini kegiatan saya berkutat pada training dan diskusi, yang semuanya harus dilakukan dengan tatap muka, sementara saat pandemi, hal ini nyaris tidak mungkin terjadi. 


Hanya organisasi bebal saja yang masih nekat melakukan training saat kondisi wabah seperti ini.


Saat itu, nyaris tiap minggu saya melaksanakan diskusi secara daring, sejujurnya sangat tidak enak, bahkan sampai sekarang, saat penggunaan internet untuk diskusi sudah berlangsung lebih dari 9 bulan. 


Kata-kata yang sering muncul di penghujung rapat tatkala ada tugas yang belum selesai dibahas seperti “selanjutnya kita bahas di grup ya” adalah kata paling nonsese dalam setiap rapat, karena nyaris di organisasi atau komunitas yang saya ikuti, tidak akan pernah terealisasi dengan baik. Kalaupun ada, itu masih dalam taraf yang ecek-ecek.


Saya pun lebih memilih bertemu langsung dengan kerabat ketika membicarakan hal yang penting, mendesak, atau sensitif. “Wes na ayo ketemu sek ae”. Saya memang lebih memilih komunikasi di dunia luar jaringan dari pada dalam jaringan. Entah, mungkin karena kebiasaan atau ada rasa yang unik dan spesial buat saya saat bisa bertemu langsung dan tidak bisa terwakili lewat bertemu dalam jaringan.


Kasak-kusuk, sebenarnya saya pun tak diam, saya coba mikir-mikir, kenapa ya saya sulit sekali beradaptasi dengan internet. Rasa-rasanya, saya tidak pernah bisa konsen berlama-lama dan menikmati diskusi secara utuh ketika penyelenggaraannya di dunia internet. Dan satu jawaban yang bisa saya temukan adalah mengelola diri.


Mengelola diri yang saya maksud di sini adalah hadir secara utuh dan sadar secara penuh pada setiap acara daring.


Dalam dunia luring, ketika kita diskusi, saya merasa lebih mudah untuk hadir secara lahir dan batin di sebuah forum. Tubuh saya memang ada di lokasi diskusi, dan otak saya bisa hadir untuk benar-benar mendengarkan diskusi. Ya meskipun kadang-kadang bisa beralih juga oleh notifikasi atau intermezo dari kawan. Tetapi yang pasti, kondisi luring adalah kondisi di mana saya bisa memposisikan yang primer adalah diskusi, sementara notifikasi yang sering muncul hanyalah angin lalu. 


Semua berubah ketika pandemi, yang semua angin lalu itu kemudian disulap menjadi yang primer dan yang sebelumnya primer kadang-kadang bisa jadi sekunder. Taruhlah contoh kuliah online yang diikuti dari rumah. Pada mulanya, rumah adalah hal primer, kita di rumah untuk istirahat atau membantu orang tua, dan sesekali notif dari sosial media adalah bumbu di sela kesibukan dan waktu istirahat di rumah. Sekarang tidak, dari gawai yang penuh notifikasi itu lah kita harus berkonsentrasi dan menjadikannya pusat perhatian dengan sekaligus membuat rumah jadi hal sekunder dan berharap tidak mengganggu.


Sejujurnya saya kesulitan untuk benar-benar bisa hadir utuh dan sadar penuh ketika di forum online. Bukan hanya masalah jaringan yang kadang-kadang tidak stabil, tetapi adanya fitur tidak menyalakan video saat meeting atau diskusi membuat proses diskusi seolah latihan monolog, dan ketika video dinyalakan membuat beban pada jaringan bertambah. Selain video, audio juga bisa jadi penghambat, saat semua audio peserta dinyalakan, tentu akan mengganggu, tetapi ketika tidak ada yang dinyalakan, tidak ada yang nyaut saat kita tidak-tiba bertanya, jadilah diskusi yang hening dan sepi. 


Proses mentransfer hadir utuh sadar penuh pada gawai itu lah yang menurut saya benar-benar menjadi tantangan. 


Dalam bicara hadir utuh sadar penuh, kita bisa tinjau dari segi fisik dan pikiran. Secara fisik tentu kita tidak hadir, karena memang sedang menjaga jarak, sehingga satu-satunya jalan agar kita bisa hadir utuh sadar penuh adalah dengan pikiran. Pikiran yang konsentrasi dan fokus pada diskusi. Mensetting pikiran kita benar-benar ada di alam pikir diskusi atau meeting yang sedang diikuti. Dan saya merasa bahwa fokus berlama-lama pada layar gawai tidak semudah pada narasumber di panggung.  


Belum lagi masalah teknis semisal mata mulai pedih melihat sinar layar gawai, notifikasi yang tak henti-hentinya bermunculan dan membuat konsentrasi kita sering kali ambyar, sampai gangguan audio yang bikin diskusi tidak nyaman.


Hal ini tentu sangat berbeda dengan luring. Saat luring, yang membawa pengeras suara adalah narasumber. Ketika ada peserta lain berisik, setidaknya dia tidak menggunakan pengeras suara. Sedangkan saat daring, baik narasumber atau peserta, memiliki volume yang sama ketika ia berbicara. 


Meskipun begitu, kita pun mau tidak mau memang harus memilih adaptasi. Sesuai teori hukum alam, mereka yang tak mau adaptasi ya merekalah yang dilibas zaman. Dari sana, pada tahun 2020 ini saya tetap “memaksa” diri saya untuk mau menulis, meskipun rasanya sungguh berbeda ketika masa sebelum pandemi. Sebelum pandemi saya bisa melakukan aktivitas menulis benar-benar seperti kerja. Saya mandi dulu, cari makan dulu, pergi ke tempat yang nyaman dan barulah menulis. Tetapi saat pandemi, usaha-usaha seperti orang bekerja itu semuanya hilang. Sehingga kadang sering muncul rasa ogah dan malas.


Saya yang cerewet ini juga akhirnya “memaksa” untuk mau tampil lewat video live di instagram yang saya beri tajuk badal ngopi. Saya melakukan itu karena saya memang merasa perlu menyalurkan energi saya lewat berbicara dan mendengar yang selama ini saya lakukan lewat media ngopi, sehingga saya buatlah acara itu di kanal instagram saya, padahal sebelumnya saya tidak pernah menyentuh fitur live itu, hanya sesekali dan itu pun wajah saya tak muncul.


Dan saya pun "memaksa" tubuh saya untuk hadir di beberapa forum diskusi meskipun sulit untuk konsentrasi. 


Sepertinya 2021 ini tetap menjadi kawah candradimuka untuk saya agar supaya tetap bisa adaptasi. Seperti mulai kembali menikmati diskusi meskipun secara online, mulai bercanda dan bercerita juga secara online, dan melakukan banyak hal lain juga via online. Karena 2021 bukan berarti pandemi selesai, kita masih berkutat dengan pandemi yang artinya pertemuan online masih akan tetap langgeng. Apalagi ada walikota yang tidak melakukan pembatasan saat malam pergantian tahun baru.


Oke, sekian dulu. Selamat tahun baru. Ingat, pandemi masih ada, corona tidak mati karena letupan mesiu kembang api saat malam pergantian tahun. Tetap sehat tetap waras.


Jumat, 01 Januari 2021
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

PREDIKSI AKHIR PANDEMI CORONA

[Sumber: AyoPurwakarta.com]

#CatatanCorona

Akhir maret, nyaris semua jalan masuk desa di sekitar tempat tinggalku memasang bilik disinfektan. Terlepas tepat atau tidak tepat penggunaannya, yang mana lebih baik disinfektan disemprotkan ke benda-benda yang sering disentuh, alih-alih dibuang di jalan, tapi pemasangan itu mengindikasikan kewaspadaan warga pada penyebaran virus corona.


Tiba-tiba juga banyak tong air yang terpasang di depan rumah, lengkap dengan sabun di sampingnya. Masjid juga akhirnya meng-insall beberapa kran air yang ada di sepanjang jalan keluar masjid. Pelaksanaan salat idul id juga dilakukan dengan protokol yang diatur pemerintah desa. Dan yang paling terasa adalah setiap pemudik diwajibkan lapor ke balai desa, kemudian para pemudik dilarang berkegiatan di luar rumah selama 2 minggu, sebagai bentuk antisipasi kalau-kalau membawa virus yang tidak kita inginkan ini.


Saat awal masa pandemi, saat aku masih ada di Jogja, aku sempat berkelakar pada seorang kawan "pandemi di Indonesia ini tidak akan selesai karena selesai, tapi karena dianggap selesai". Aku mengatakan begitu bukan tanpa alasan, tetapi karena memang pola yang seperti itu sudah berkali-kali aku alami. 


Ketika dulu ramai flu burung, semua heboh, semua siap menghalau penyebaran virus flu burung mulai dari memasak unggas sampai benar-benar matang, menghindari berinteraksi dengan unggas sampai membakarnya. Lalu tanpa kita tahu akhirnya, kita semua sudah merasa aman dari flu burung. 


Selain virus, beberapa tren juga memiliki pola senada, seperti tren batu akik. Tiba-tiba meledak, semua orang jadi kolektor dan kemudian pelan-pelan melandai lalu dilupakan.


Meskipun aku tak suka, tetapi pada kenyataannya virus corona juga diperlakukan dengan cara dan pola yang sama.


Saat ini nyaris semua bilik disinfektan yang dipasang di setiap pintu masuk desa sudah tidak beroperasi, malahan ada beberapa desa yang sudah mencopotnya. Tong-tong air di depan rumah juga tidak terisi air, tetapi beralih fungsi jadi sarang laba-laba. Para pemudik baru juga seenaknya berkeliaran, dan yang paling pol, sudah ada beberapa warga yang menggelar hajatan, misal nikahan dengan mengadakan rame-rame.


Ini sungguh cobaan yang berat dalam penanggulangan virus corona. Ketika jumlah kasus positif masih saja bertambah setiap hari, tetapi yang terlihat di akar rumput adalah anggapan bahwa corona sudah bubar. 


O ya, aku baru ingat. Ada satu kejadian lagi menurut saya ini W-O-W banget. Sebagai desa yang mayoritas diisi masyarakat nahdliyin, yang pengamalan syariatnya kenceng sekali, ada warga yang dengan kesadaran penuh berkomentar pada muadzin mushola begini "Kamu ngapain masih pujian Li Khomsatun? Corona sudah tidak ada sek Li Khomsatun ae!".


Sampai sini saya ingin mengatakan bahwa kewaspadaan masyarakat pada corona memang sudah bisa dikatakan luntur.


Sudah tidak berlaku lagi analisa-analisa tentang kapan corona akan selesai di Indonesia, nyatanya semua prediksi yang keluar dari para ahli ternyata meleset. Yang katanya Mei akan jadi puncak dan juni juli perkembangan corona akan melandai, nyatanya itu semua jadi isapan jempol.


Bukan ahli statistik yang tidak tepat memprediksi, tetapi yang lebih krusial adalah ahli statistik itu memprediksi sesuatu yang salah. 


Hitung-hitungan mereka akan berfungsi pada realita eksak, semisal pertumbuhan bakteri pada cawan. Sementara yang kita hadapi  bukan realita eksak, melainkan realita sosial. 


Memang virus adalah kajian eksak, tetapi cepat lambatnya sebaran virus dari satu inang (baca: orang) ke inang yang lain adalah realita sosial.


Bisa kita cek pada negara-negara yang kehidupan sosial masyarakat dan pemerintahannya berjalan dengan disiplin dan punya komitmen kuat menanggulangi corona, rata-rata corona bisa dikendalikan dalam kurun waktu 3 bulan, bahkan bisa kurang. Dan lihat juga pada negara yang tidak memiliki disiplin dan komitmen kuat dalam menangani corona, sampai 4 bulan lebih ini angka positif masih saja tumbuh.


Sehingga tidak ada prediksi yang bisa menghitung kapan pandemi ini akan selesai. Yang perlu ditanyakan terlebih dahulu adalah kapan kita mau serius menyelesaikan pandemi ini.


Eh, tapi udah dianggap gak ada si ya, ngapain juga diurusi.

Siap-siap imun aja, dan antri dapat giliran kenalan dengan corona.


Jumat, 31 Juli 2020
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Bintang Emon Dikasih “Pelajaran” Dengan Bahan Lawakannya Sendiri

[Sumber: kaltimtoday.co]

Bintang Emon benar-benar dikasih “pelajaran” dengan bahan lawakannya sendiri. beberapa hari lalu ia mengatakan dalam video unggahannya yang berjudul ga sengaja begini “Bos! Lu kalau mau ngasih pelajaran, Pak Novel Baswedan jalan, Lu pepet, Lu bisikin; Eh tau ngak, kita punya grup yang gak ada Lu-nya lo. Lu pergi. Nah pasti insecure tuh; Salah Gue apa ya? Introspeksi Pak Novel, tuh pelajaran jatohnya”
Setelah Bintang ngasih tau caranya ngasih pelajaran buat orang-orang gak jelas pelaku penganiayaan Pak Novel. Kemari Ia merasakan sendiri dikerjai akun-akun yang sifatnya sama kayak pelaku penganiayaan Pak Novel; ga jelas. Akun yang ngerjain gak jelas, yang disidang beneran pelaku juga gak jelas, sampai dalangnya juga gak jelas.
Beberapa akun gak jelas yang tertangkap layer melakukan fitnah pada Bintang antara lain @Tiara61636212, @LiarAngsa, dan @LintangHanita. Akun-akun ini gak jelas pertama karena baru saja dibuat, tweet-nya dikit, followernya dikit, dan sekarang sudah hilang. Ketahuan banget kalau emang niat ngerjain. Padahal Om Deddy belum hubungi Tiara, Liar angsa dan Lintang buat datang ke acara podcast tabayun miliknya, udah main kabur aja, kan perilaku gini ngerusak tatanan sosial media.
***
Sebenarnya ini bukan kali pertama ada influencer atau aktivis yang diteror. Kita tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu aktivis Veronica Koman, Ananda Badudu dan Ravio Putra pernah mendapatkan perlakuan yang sama.
Namun, cara-cara ngerjain yang sama ini dilakukan atas isu yang berbeda-beda. Veronika mencuat namanya saat isu rasial di Papua naik, lalu Ananda Badudu saat demo pelemahan KPK, Ravio Putra atas kritiknya pada kebijakan Presiden Jokowi dan Bintang atas buramnya proses persidangan penyerang penyidik KPK; Novel Baswedan. 
Masa’ pelaku atas tindakan teror ini dilakukan oleh orang yang sama? Kok kemaruk banget urusan berbuat dosa, kayaknya kan ndak. Emang rumit, gak semudah menseparasi cebong dan kampret. Tapi ada beberapa titik persamaan yang saya kira menjadi alasan kenapa para aktivis ini dirundung.
Pertama, Mereka sama-sama menyuarakan sebuah kebenaran yang diamini banyak publik yang diam, Kedua mereka berhasil menyuguhkan logika-logika yang sangat mempermalukan target kritik dan Ketiga ya tentu karena isu yang mereka angkat dikonsumsi sangat banyak orang. Saat ini video Ga sengaja milik Bintang sudah tembus sembilan juta penonton. Woah akeh biyanget iku.
Hibridisasi atas ketiga alasan itu pula lah yang menurut saya membuat Bintang dioyak-oyak. Karena pada kenyataannya Bintang bukan public figure pertama yang melakukan kritik atas tindakan nyeleneh negara. Kita kenal nama-nama beken seperti Pandji Pragiwaksono, lalu ada Cholil Mahmud, tentu dengan efek rumah kacanya dan belakangan ada Bhaskara si vokalis band .Feast. Mereka semua tidak dioyak buzzer karena hanya memiliki satu atau dua poin saja dari ketiga alasan yang tadi saya sebutkan.
Apalagi kalau kritik itu disampaikan lewat lagu yang kadang dibungkus dengan kata yang kurang eksplisit. Taruhlah seperti lagu di udara-nya ERK, kita tahu betul bahwa lagu itu ngomongin kasus Mas Munir yang sampek sekarang belum jelas, tapi di lagu itu sekalipun gak pernah terucap kata munir. Berbeda dengan Bintang yang jelas mengucapkan kata “novel baswedan” beberapa kali. Selain itu, ukuran angka viral yang dicapai Bintang benar-benar sangat menentukan atas perundungan ini.
Nah, sekarang saatnya kita mulai mengandai-andai kenapa orang-orang yang dikritik Bintang ini balik ngerjain Bintang.
Pertama, tentu karena video milik Bintang itu viral. Ketika video viral, hal ini menunjukan bahwa video telah dikonsumsi oleh orang yang selama ini bahkan tidak kenal siapa itu Bintang. Dari angka sembilan juta penonton, ini adalah angka yang sangat fantastis mengingat saat ini Bintang sebenarnya hanya punya tiga juta follower kurang dikit (16/06).
Hal ini akan berkorelasi dengan ada “sisi nyaman” milik dalang pelaku penyerangan Pak Novel yang sudah diobrak-abrik Bintang. Siapa tau anak dari dalang penyerangan Pak Novel ini ndilalah followernya Bintang, terus Bintang jadi bahan omongan keluarga mereka.
“Pah, Papah diomongin Bintang nih, sekarang warga pada marah, Papah sih bikin ribut negara”
“Perlu dikasih pelajaran tuh anak, dikira saya orang sembarangan”
Kedua, Dalang pelaku penyerangan Pak Novel merasa dirinya bukan orang sembarangan. Hal ini nyata dan sering terjadi di mana-mana. Kalau orang sudah merasa dirinya bukan orang sembarangan, dia bisa jadi sangat keji kalau ada orang yang ngomongin dia. Apalagi ngusik ketenangannya.
Jangankan ngeritik tindakan, misalnya aja nih ternyata Si Dalang jago main catur dan Bintang sebagai anak baru dan ingusan bisa ngalahin Si Dalang main catur, Wah bisa muntab ini Si Dalang. Apalagi kalau dia sudah tua dan punya penyakit post power syndrome.
Ketiga, Si Dalang ndak mau Bintang show off. Ada strategi jangka panjang yang ingin dilakukan Si Dalang. Kalau Bintang si anak ingusan ini dibiarkan, bisa-bisa makin banyak anak baru yang berani ngomong keras.
Bintang ini kan representasi anak muda yang semangat, cerdas dan ceria. Apalagi dia ini kan masih baru di dunia hiburan, masih sangat digandrungi lah. Kalau dia ngomong yang bikin gerah terus didiemin, bisa-bisa nanti jadi tuman, malah ditiru sama anak-anak ingusan lain. Cara menaklukkan ular ya dengan penangkap kepalanya.
Dan keempat, ini yang terakhir insyaallah, Si Dalang pengen mematikan karir Bintang. Ini keji si, tapi dipikir-pikir ya bisa jadi. Ya kita tau lah, selebgram kan dapat uang tidak dari lamanya video ditonton atau banyaknya gambar di-like, tapi penghasilan mereka datang dari endorse. Semakin besar kans dapat endorse kalau si public figure pernah viral. Kalau Bintang dibungkam, ditakut-takuti, dibelit-belitin sama kasus, muaranya ya dia jadi sulit dapat endorse seperti yang selama ini terjadi padanya.
***
Jadi, gini aja lah Tang, bener kata temen-temen di medsos, santai aja, gak usah tegang dan sepaneng. Lu emang sedang dikerjain kayaknya. Toh akun-akun yang ngefitnah Lu juga udah kabur sekarang. 
Sekarang ya tinggal Lu pilih Tang, mau fokus karir dulu atau asal gemas komentar, kritis-kritis gitu. Kalau emang mau fokus karir, ya mungkin bisa lebih berhati-hati dan memilih isu untuk dikomentari. Bukan apa-apa, ya kayak begini nanti hasilnya kalau berurusan sama orang yang ngaku bukan orang sembarangan. Tapi kalau emang fokusnya itu idealis, tancap terus Tang. Kita semua bersama-sama. Kita sama-sama muda, beda dan ceria.


Rabu, 17 Juni 2020
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Saya Sudah Ikhlas Liverpool Juara

[Sumber: setanmerah.net]
Salah satu kerumunan yang dilarang dihelat selama masa pandemi adalah kerumunan suporter bola. Akibatnya semua liga-liga top eropa, ataupun yang bukan top, terpaksa melakukan jeda tanpa diketahui sampai kapan akhirnya. Penutupan liga ini sudah berlangsung sejak pekan kedua bulan maret 2020.

Pertandingan terakhir yang kutonton adalah laga manchester united di ajang liga malam jumat. Yang entah saat itu manchester united melawan siapa, namanya juga liga malam jumat, liga yang tidak bergengsi dan hanya jadi sasaran bully. Siapa juga yang kenal dengan semua tim yang berlaga di sana kecuali pengamat sepak bola. Di laga itu, stadion hanya terisi beberapa penonton, entah datang dari mana, pokoknya laga itu aslinya emang sudah tidak mengizinkan penonton dalam jumlah besar datang, cuma ada sejumput manusia yang menyanyikan chant yang sayup-sayup terdengar. Saat awal laga, kedua kesebelasan juga tidak melakukan salaman, jadi prosesinya pemain masuk lalu tepuk-tepuk sedikit, foto-foto terus undian kick off dengan wasit, main, emyu menang dan selesai.

Pada mulanya, saya kira pertandingan sepak bola masih akan tetap bergulir tanpa kehadiran penonton. Persis seperti saat laga terakhir manchester united di kancah liga malam jumat. Ehh ndilalah pertandingan yang dimenangkan manchester united itu adalah pertandingan terakhir manchester united sebelum libur pandemi, karena weekend setelahnya sudah tidak ditemui lagi pertandingan sepak bola. Saat itu nyaris semua liga telah memutuskan menunda semua pertandingan dan berakibat pada kecutnya weekend sebagian umat manusia di dunia. 

Saat ini kita, fans emyu, jadi lupa hari. Karena sudah tidak pernah masuk gua lagi. Kalau dulu-dulu, saat fans manchester united dan juga tentu saja arsenal kok bersepakat bermukim di gua, itu bisa dipastikan sedang awal pekan. Namun saat ini sudah tidak ada lagi penanda hari. Apalagi ditambah sekarang juga jumatan diliburkan, diganti salat dzuhur di rumah, jadi ya sudah benar-benar tak ada penanda.

Saat pandemi corona, semua fans bola setara, karena gak ada yang jadi sasaran bully. Fans arsenal setidaknya bisa tetap sesumbar di depan fans liverpool, karena hanya arsenal lah yang pernah dapat piala emas english premier league (EPL). Ya paling yang masih tetap tidak setara adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi yang berbeda. Yang tugasnya disuruh belajar dari rumah pakai internet, Ha ini pada kenyataannya tidak semua orang terjangkau oleh internet je, akhirnya ya terpaksa belajar via radio.

Kembali ke pokok permasalahan. Dalam perkembangan musim 2019-2020, sebenarnya emyu masih memegang erat prinsip tim semenjak ditinggal papa fergie, yakni menjadi  klub yang angin-anginan. Jangan salah, angin-anginan itu bukan nasib, itu prinsip. Ketika emyu menghadapi tim papan atas, langsung gengsi bermain si setan merah bercokol tak tertahankan, jadilah emyu menjadi tim yang bener-bener garang. Buktinya tentu tetangga berisik dan chelsea. Kalau ada yang bilang arsenal bisa kalahin emyu musim ini, ya itu karena laga lawan arsenal sudah tidak bergengsi, mohon arsenal tau diri. Kedua tim itu benar-benar dibuat tak berdaya melawan de gea dan bala tentara. Namun saat asa tim sedang tinggi-tingginya gara-gara selesai menang melawan tim papan atas, emyu kembali keok musuh tim-tim tak bergengsi, nah ini, termasuk juga arsenal. Begitu saja terus, diulang-ulang sampai Pogba tau-tau punya anak. Pamitnya cedera kok tau-tau punya anak, aku juga heran. 

Selama musim 2019-2020 ini pula, kalau diamati secara seksama, tim yang konsisten dan dalam permainan sangat efisien ya jawabannya liverpool. Meskipun dalam beberapa laga mereka dibantu keberuntungan. Seperti saat mereka menang tipis lawan leicester, tetapi secara garis besar mereka adalah tim yang konsisten, itu poin penting, persis saat leicester juara epl, itu karena konsisten. Pokoknya kalau pas musuh liverpool dan bola sedang dibawa mereka, entah mane atau salah, isi dada cuma mak tratap, hal yang sama saat chelsea sedang kuat-kuatnya dibawah asuhan conte atau leicester pas juara, berbahaya sekali kalau bola dibawa mereka.

Selain itu, mereka juga memang pada kenyataannya memiliki pelatih yang jos gandos dan komposisi pemain yang ciamik dari depan sampai belakang. Tak ada kekurangan apapun, pemain rata solidnya, rata kuatnya. Tentu sebagai sama-sama kiper, saya menaruh respect setinggi-tingginya pada Alisson Becker. Ini kiper sudah terlihat yahut dan menjadi perhatian saya sejak masih berseragam As Roma. Tapi beruntunglah liverpool cuma punya satu kiper hebat, kiper kedua dan ketiga mereka tetap saja gurem, HAHAHA. tidak seperti emyu, ini poin penting juga. 

Dengan kualitas pemain yang top dan cara bermain yang efektif dan konsisten seperti itu. Tentu saya sebagai fans emyu yang telah melihat cara mereka bermain dan menyaksikan tidak berdayanya emyu di depan mereka, padahal emyu lagi besar-besarnya gengsi musuh tim besar, masih saja emyu menelan kekalahan. Dari sana, saya bener-bener ikhlas liverpool yang jadi juara musim ini. 

***

Konon kabarnya, liga inggris akan dilanjutkan akhir mei mendatang. Dihelat di lapangan netral, tanpa penonton dan semua siaran digratiskan. Ya untunglah, biar liverpool benar-benar menjadi juara dan manchester united bisa merangsek masuk 3 besar menggeser chelsea. Amin amin amin.
Minggu, 03 Mei 2020
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Pemborosan Desinfektan

[Sumber: tekno.tempo.co]
Belum genap 14 hari masa karantina selepas pulang dari Jogja, saya dengan terpaksa akhirnya keluar desa. Saya menuju salah satu balai pengobatan di dekat rumah dan mendapati ada beberapa perbedaan di setiap tempat umum selama masa pandemi corona. Perubahan yang terjadi pada tempat umum cukup beragam, dari yang tiba-tiba menyediakan tempat cuci tangan darurat, menyediakan botol hand sanitizer, bilik desinfektan sampai pemberian jarak antre. Ketidak seragaman ini mungkin dikarenakan tidak ada aturan baku yang bisa diacu oleh pengelola tempat umum dalam menghalau Covid-19, saya tidak tahu. 

Di depan pintu masuk balai pengobatan tersebut, atau persis di sekitar pelataran parkir terdapat sebuah bilik yang terbuat dari kerangka besi dengan penutup dari plastik transparan yang cukup tebal, di atas bilik itu terdapat rangkaian selang yang terhubung dengan sumber desinfektan dan akan menyemprotkan larutan desinfektan pada setiap orang yang melewati bilik. Aliran desinfektan itu dikendalikan oleh seorang tukang parkir, tidak otomatis terpancar setiap ada orang yang masuk ke dalam bilik tersebut. Tentu ini bertujuan untuk menghilangkan virus di tubuh, meskipun kita tidak pernah tau seberapa besar efektivitasnya. Penyemprotan desinfektan dilakukan karena saat itu sudah masif terdengar kabar kalau desinfektan yang dibuat dari larutan pemutih pakaian bisa digunakan untuk membunuh virus. 

Namun yang menganjal di hati dari penerapan bilik desinfektan tersebut adalah kewajiban semua orang melewati bilik. Saat saya duduk-duduk di teras balai pengobatan, datanglah sepasang suami istri menggunakan mobil kecil berwarna hitam. Selepas mereka memarkir mobil, si tukang parkir mengarahkan mereka berdua melewati bilik desinfektan dan mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan. Setelah cuci tangan mereka berdua masuk ke ruang tunggu balai pengobatan, kemudian saya melihat si perempuan dicek tensinya lalu ia masuk ke ruang pemeriksaan, sampai di sini saya berasumsi bahwa si cowok sedang mengantarkan si cewek yang sedang sakit. Itu juga artinya semua orang, baik yang sehat atau yang sakit, harus melewati bilik desinfektan di depan balai pengobatan tersebut.

Kejadian ini kalau tidak salah terjadi sekitar tanggal 10 april 2020. Sebenarnya saat itu sudah ada larangan dari WHO terkait larangan menyemprotkan larutan desinfektan ke tubuh. Apalagi dikhawatirkan larutan tersebut akan terkena lapisan mukosa yang ada di mata dan bisa membuat iritasi. Meskipun begitu, saya kira sampai saat ini bilik desinfektan tetap saja digunakan di balai pengobatan tersebut.

Sebenarnya tidak hanya balai pengobatan itu yang menerapkan aturan semprot badan sebelum masuk ke ruangan. Hal ini juga terjadi di setiap gerbang masuk desa. Sejak saya pulang dari Jogja akhir maret 2020, terlihat nyaris di setiap gerbang masuk desa telah terinstal bilik desinfektan. Bilik itu besar sekali seukuran garasi, agar mobil yang lalu lalang di desa bisa disemprot juga. Semua desa juga telah menerapkan satu pintu untuk keluar masuk desa, sehingga sudah tidak ada jalan tikus yang bisa dilewati. 

Ketika diamati, ternyata bilik desinfektan itu nyaris selalu menyala. Mungkin dimatikan kalau sudah lewat jam 9 malam ketika pemuda karang taruna yang menjaga pos pengecekan sudah istirahat pulang. Orang dalam mobil memang tidak akan terkena dampak yang signifikan dari penyemprotan ini, karena selama melewati bilik itu kaca mobil bisa ditutup dan pengendara bisa lewat begitu saja. Tetapi ceritanya akan berbeda ketika yang lewat adalah sepeda motor, karena saat melewati bilik itu, pengendara motor harus menutup mata dan mengendarai motor dengan satu tangan, atau membiarkan mata mereka perih terkena terpapar larutan desinfektan.

Kenapa di judul saya menuliskan pemborosan desinfektan, tentu teman-teman semua sudah bisa menebak kesimpulan dari apa yang telah saya ceritakan. Memang selama masa pandemi ini terjadi banyak sekali pemborosan larutan desinfektan, alih-alih digunakan dengan tepat. Tidak tepat karena tidak digunakan sesuai dengan anjuran dan cara kerja yang diberikan. Sampai saat ini sebenarnya sudah ada tata aturan dalam menggunakan desinfektan, yakni digunakan di permukaan benda mati yang sering disentuh, sehingga yang mati diberi desinfektan yang hidup diberi alkohol. Selain membangun bilik desinfektan, yang lebih penting dilakukan adalah membagikan larutan desinfektan ke masing-masing rumah dan menghimbau setiap masyarakat untuk membersihkan benda mati yang sering tersentuh seperti gagang pintu dengan larutan desinfektan yang dibagikan itu tadi.

Tentu boleh saja memasang bilik desinfektan di pintu masuk desa, apalagi kesehatan juga bergantung pada apa yang diyakini dan dipercaya, siapa tau dengan adanya bilik itu membuat warga desa semakin yakin terbebas dari virus dan membuat imun meningkat karena tidak hidup dalam kubangan kecemasan.

Meskipun ini juga bisa menjadi perdebatan, karena ketika percaya diri sudah bersih dari virus ini keterlaluan, alias rasa percaya diri yang dimiliki tumbuh kebablasan. Hal ini akan bermuara pada meremehkan virus corona karena merasa sudah bersih setelah melewati bilik desinfektan, tentu ini tergolong perbuatan yang berbahaya. Yang dibutuhkan saat ini adalah tidak cemas meskipun juga tetap waspada. Hal seperti ini memang memerlukan sebuah pemahaman dan penjelasan yang lebih bijaksana dari setiap stakeholder desa.

Semoga selalu sehat. salam.
27/04/2020

Senin, 27 April 2020
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Ramadhan Yang Intim dan Kontemplatif

[Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=x1RksGCuLj0]
Hari pertama Ramadhan 1441 H jatuh pada hari jumat tanggal 24 April 2020. Pada hari ini pula, tepat 6 kali jumat kita semua melaksanakan ibadah dari rumah sesuai anjuran pemerintah. Pada jumat pertama dan kedua, saya memutuskan tidak jumatan karena memang berada di daerah rawan Covid-19, yakni di sekitaran kota Yogyakarta, setelah itu saya dijemput dan 2 minggu selanjutnya saya tidak melaksanakan ibadah sholat jumat karena sedang menjalani masa ODP. Baru setelah lewat 14 hari masa karantina, saya punya sedikit kesempatan untuk keluar dari rumah misal jalan ke lapangan atau beli sesuatu di toko. Setelah masa karantina 14 hari itu juga saya mulai melaksanakan ibadah salat jumat lagi, dan jumat ini adalah jumat kedua saya melaksakanan solat jumat.
Sebenarnya tidak begitu tampak secara signifikan bagaimana perbedaan kegiatan warga desa dengan atau tanpa corona, meskipun memang tetap ada beberapa hal yang memang berubah. Akan saya ceritakan secara singkat beberapa hal itu pada kesempatan ini.
Pertama, apa yang tidak berubah dari kegiatan desa tentu adalah kegiatan harian warga desa. Saat aku pulang kurang lebih 4 minggu yang lalu, sawang tengah menguning yang menandakan padi siap dipanen. Kegiatan yang tidak akan berubah dengan atau tanpa corona adalah kegiatan merawat sawah, selain karena padi sudang menguning, yang namanya sawah tentu tidak mengenal istilah work from home dan diganti dengan kekuatan internet seperti himbauan pemerintah, tidak mungkin bisa. Selain kegiatan di sawah, kegiatan yang mesti dilakukan dengan keluar rumah dan tetap berjalan normal di desa adalah kegiatan nelayan mencari ikan. Selain para petani dan nelayan, yang kegiatannya tetap berjalan normal adalah para pedagang yang biasanya keliling gang desa untuk menjajakan sayur, makanan untuk sarapan dan jajanan pasar. Tetap ada pedagang yang berkeliling dan membuat pagi hari begitu terasa ‘normal’. 
Hal lain yang tidak ada beda dibanding hari biasa adalah kegiatan beribadah. Di desa tempat saya lahir dan besar, tetap melaksanakan ibadah jamaah dengan biasa. Untuk memberikan gambaran lebih, desa saya 2/3 adalah orang NU dan beberapa dari kita juga tahu bahwa NU memberikan 3 kategori pada masjid yang ingin melaksanakan ibadah, dari masjid di zona merah yang tidak perlu melaksanakan jamaah, kuning yang lebih baik tidak dan hijau yang boleh melaksanakan. Dari surat edaran itu desa saya bisa dikategorikan daerah hijau, karena memang tidak ada satupun pasien dalam pengawasan apalagi yang suspect corona. Sehingga jamaah tetap dilaksanakan meskipun dengan beberapa modifikasi, semisal masa khutbah jumat yang menjadi lebih singkat.
Setelah hal-hal yang tidak berubah, hal-hal yang berubah dari desa saya yang paling jelas terlihat adalah apa yang dilantunkan di langgar dan masjid selama musim pandemi ini, yakni tak pernah berhenti dikumandangkan pujian sekaligus doa tolak wabah dari Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari yakni “li khomsatun…”. Li khomsatun terdengar minimal 5 kali sehari, yakni sebelum jamaah dimulai dan setelah jamaah wirid, doa itu dikumandangkan hampir di semua langgar dan masjid. Hal lain lain berubah selain kumandang doa li khomsatun adalah adanya tong berisi air yang memang ditujukan pada jamaah masjid dan langgar agar mencuci tangan dulu sebelum masuk tempat ibadah. Dari salah satu imam masjid yang saya dengar, beliau mengatakan begini “usaha kita ada dua, yakni usaha lahir dan batin, lahir kita dibersihkan dengan cuci tangan sebelum masuk masjid dan batin kita dikuatkan dengan selalu berdoa li khomastun”
Hal berbeda lain yang terjadi selama pandemi ini tentu adalah kegiatan belajar mengajar. Sudah lebih dari sebulan adik-adik dari tingkat paud sampai SMA mengkonversi cara mereka belajar yang semula datang ke sekolah, kini berubah menjadi mengerjakan tugas dari rumah setiap hari. Keponakan saya yang paud setiap hari mewarnai dan keponakan saya yang sudah SMA setiap hari mencatat materi serta mengerjakan soal dari guru-gurunya. Terakhir, perbedaan lain selama masa pandemi terjadi semalam dan akan terus berlangsung selama ramadhan, yakni cara orang menghidupkan bulan ramadhan. Kalau di tahun-tahun sebelumnya langgar akan ramai dengan para santri madrasah diniyah karena tadarus dan menginap di langgar, untuk tahun ini kegiatan tadarus langsung difokuskan pada pukul 8 selepas tarawih sampai pukul 9. Selepas itu santri harus pulang ke rumah masing-masing dan tidak boleh ada santri yang tidur di langgar.
Saya kira itulah situasi paling dekat yang bisa dilihat selama masa pandemi dari desa. Lalu apa yang terjadi di kota-kota terutama yang sudah berstatus zona merah? Bisa jadi apa yang terjadi di kota-kota zona merah corona kegiatan jamaah sudah ditiadakan dan seluruh ritual ramadhan yang selama ini dilakukan di masjid harus dilakukan masing-masing di rumah, dari shalat jamaah, tarawih, tadarus dan i'tikaf.
Namun, hal ini bukanlah suatu hal yang perlu disesali dan diratapi, karena ada hal lain yang perlu digaris bawahi dan menurut saya ini adalah poin penting dan positif dari kondisi yang kita alami saat ini. Ramadhan kali ini menjadi sangat hening, syahdu dan penuh nuansa kontemplatif. Bagaimana tidak, kegiatan berkerumun sudah benar-benar dilarang, dan hal itu memaksa kita sering menyendiri di rumah. Saya kira, situasi ini bisa kita gunakan menjadi ajang yang bagus dalam mendekatkan diri pada Tuhan dan lebih jauh mengenal diri sendiri. Momennya sangat pas. Suasananya hening, kita tidak bisa berkerumun dan sedang bulan puasa. Kita bisa lebih dalam membaca alquran, kita bisa lebih intim berdoa, dan kita bisa lebih hangat berbicara pada diri kita masing-masing.
Saya kira kegiatan protes pada keadaan dan menyia-nyiakan kesunyian ini akan membuat kita merugi. Pertama karena kita tidak tahu pandemi ini kapan berakhir, kedua kita harus beradaptasi dengan kondisi yang terjadi dan ketiga kita harus tetap produktif. Ini momen yang langka, jangan disia-siakan. Buat ramadhan kali ini menjadi lebih intim dan kontemplatif. Ramadhan yang jauh dari hiruk-pikuk kerumunan mengejar santap takjil di jalan-jalan protokol. Selamat menahan diri dan melakukan self-talk.
***
Mulai bulan puasa ini, insyaallah saya akan kembali menulis rutin setiap hari, namun mungkin akan dibungkus dengan beberapa kemasan, bisa jadi berupa #CatatanPuasa yang senada dengan rutinitas tahun lalu yakni #RefleksiRamadhan. Catatan yang akan berakhir saat ramadhan telah usai. Selain itu akan dikemas juga dalam kemasan #CatatanCorona yang entah akan sampai kapan selesainya, dan juga bisa berupa catatan gabungan seperti pada catatan pertama ini. Disampaikan berupa postingan di facebook, blog pribadi saya atau beberapa web mainstream yang segan menerima catatan saya. Sehat selalu teman-teman, selamat berpuasa.

Jumat, 24 April 2020
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Popular Post

Tengok Sahabat

Diberdayakan oleh Blogger.

Top Stories

About

- Copyright © Tigabelas! -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -